An Assignment : SOIL BORNE PLANT PATHOGENS

Oleh:
Safira Rizka Lestari (155040207111012)
Novia Dwi Putri (155040200111111)
Niada Lestari (155040200111046)
Tanty Andryani (155040200111041)
 
Patogen tular tanah (soil borne pathogens) merupakan kelompok mikroorganisme yang sebagian besar siklus hidupnya berada di dalam tanah dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi perakaran atau pangkal batang, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan kematian bagi tanaman (Garrett, 1970 dalam Hidayah dan Djajadi, 2009). Ciri-ciri utama dari patogen tular tanah adalah mempunyai stadia pemencaran dan masa bertahan yang terbatas di dalam tanah, walaupun beberapa patogen tular tanah ini dapat menghasilkan spora udara sehingga dapat memencar ke areal yang lebih luas (Hidayah dan Djajadi, 2009).
1.      Sclerotium rolfsii
           a.       Klasifikasi
Menurut Semangun (1991), klasifikasi cendawan S. rolfsii Sacc. Antara lain sebagai berikut :
Kingdom         : Fungi
Divisi               : Basiodiomycota
Kelas               : Basiomycetes
Ordo                : Agaracales
Famili              : Typhulaceae
Genus              : Sclerotium
Spesies : Sclerotium rolfsii Sacc.
           b.      Gejala dan tanda


Infeksi S. rolfsii pada kedelai biasanya mulai terjadi di awal pertumbuhan tanaman dengan gejala busuk kecambah atau rebah kecambah. Pada tanaman kedelai berumur lebih dari 2-3 minggu, gejalanya berupa busuk pangkal batang dan layu pada bagian yang terinfeksi, terlihat bercak berwarna coklat pucat dan di bagian tersebut tumbuh miselia jamur berwarna putih (Semangun, 1993). Rebah kecambah yang disebabkan oleh S. rolfsii merupakan penyakit penting tanaman kedelai, terutama pada musim hujan atau pada lahan yang drainasenya buruk. Ditambah dengan pendapat dari Agrios (1997) bahwa S. rolfsii adalah jamur patogen tular tanah yang menyebabkan tanaman kedelai menjadi busuk, layu, kering dan akhirnya mati.
           c.       Tanaman inang
S. rolfsii mempunyai kisaran inang yang luas, terutama menyerang tanaman muda, dari kelompok Leguminoceae, Cruciferaceae, Cucurbitaceae, pisang, jeruk, gandum, padi, tebu, bit gula, keladi, dan tanaman obat-obatan. (O’ Brein et al. 2008).
           d.      Siklus hidup dan penyebaran
Miselium cendawan S. rolfsii berwarna putih seperti bulu. Sel hifa primer di bagian tepi koloni mempunyai lebar 4–9 µm, dan panjang mencapai 350 µm (Semangun 1993). Hifa mempunyai satu atau lebih hubungan klan. Sel hifa sekunder, tersier, dan seterusnya berukuran lebih kecil dari sel primer dan mempunyai lebar 1,6–2 µm. Percabangannya membentuk sudut yang lebih besar dan tidak mempunyai hubungan klan. Seperti cendawan yang lain, S. rolfsii juga mempunyai hifa, tetapi hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia, sehingga identifikasinya didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8–11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit dalam, kulit luar, dan kulit teras. Pada kulit dalam terdapat 6–8 lapisan sel, kulit luar 4–6 lapisan sel, sedangkan kulit teras terdiri atas benang-benang hifa yang hialin dan tidak mengalami penebalan dinding sel (Chet et al. 1969). Sebaran penyakit tular tanah di Indonesia sangat luas, meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Hasil survei di Sumatera Selatan menunjukkan kacang hijau di beberapa daerah tersebut terinfeksi oleh S. rolfsii. Cendawan tersebut juga ditemukan di Kalimantan dengan tingkat infeksi yang tinggi. Cendawan S. rolfsii umumnya hidup di daerah tropis dan subtropis seperti Amerika Serikat, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika, India, Jepang, Filipina, dan Hawai. Patogen tersebut jarang tumbuh di daerah dengan suhu di bawah 0°C (Fichtner 2010).
2.      Rhizoctonia solani
           a.       Klasifikasi
Klasifikasi cendawan Rhizoctonia solani (Alexopoulos et al. 1979) adalah sebagai berikut:
Domain            : Eukaryota
Kingdom         : Fungi
Phylum            : Deuteromycota
Kelas               : Deuteromycetes
Ordo                : Agonomycetales
Genus              : Rhizoctonia
Spesies             : Rhizoctonia solani
       b.      Gejala dan tanda
Gejala penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung dan sorgum awalnya terdapat di pelepah atau helaian daun berupa bercak/hawar berwarna agak kemerahan, dan berubah menjadi abu-abu. Kemudian bercak meluas yang seringkali diikuti oleh pembentukan sklerotium yang tidak beraturan, mula-mula berwarna putih, dan berubah menjadi coklat, sehingga tanaman layu atau terjadi pembusukan karena adanya hambatan transportasi unsur hara dan air. Gejala penyakit ini pada beberapa jenis tanaman juga dapat menyebabkan damping off yang banyak terjadi pada lahan-lahan yang ditanami gula bit (Tarek and Moussa 2002). Menurut Karima dan Nadia (2012) dan Bohlooli et al.(2005), setiap Anastomosis Grouping (AG) mempunyai gejala dan kerusakan yang berbeda. Jika terinfeksi pada awal pertumbuhan maka tanaman akan mengalami damping off atau terjadi pembusukan pada waktu biji mulai berkecambah, sehingga biji tidak tumbuh. Selain itu juga terjadi infeksi pada tangkai dan daun yang mengakibatkan tangkai membusuk dan berkurangnya luas daun yang akan menghambat proses fotosintesis. Kemudian, kerusakan tanaman menjalar ke bagian xylem dan floem. Kerusakan terberat terjadi apabila bulir mulai terinfeksi, selain bulir membusuk, kernel berkerut dan kering.
           c.       Tanaman inang
Tanaman inang cendawan S. rolfsii dan R. solani sangat luas, meliputi famili Leguminoceae (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, buncis), Gramineae (padi, jagung, sorgum, terigu, rumput teki), Solanaceae (tomat, terung, kentang), Cucurbitaceae (kelompok labu), kapas, kubis, wortel, bit gula, bawang merah, krisan, dan tembakau (Semangun, 1993).
           d.      Siklus hidup dan penyebaran
Cendawan R. solani bertahan di dalam tanah dan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi sebagai sklerotia atau miselium. Sklerotiumnya dikenal sebagai tempat untuk bertahan hidup selama beberapa tahun di dalam tanah, disebarkan oleh air, irigasi, tanah yang terkontaminasi, dan sisa-sisa tanaman. Cendawan R. solani dapat berkembang baik pada kelembaban yang tinggi (> 80%) dan suhu 15-35°C. Cendawan ini mulai menginfeksi tanaman sejak biji baru ditanam dengan mengeluarkan stimulan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang terinfeksi ke tanaman selanjutnya dan menyebabkan gejala khas pada batang, pelepah, daun, dan bulir. Cendawan dapat bertahan hidup pada musim dingin sebagai sklerotia pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan di dalam tanah. Sebaran penyakit tular tanah di Indonesia sangat luas, meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Fichtner 2010)
3.    Fusarium oxysporum
           a.       Klasifikasi
Klasifikasi cendawan Fusarium oxysporum berdasarkan Agrios (1996) tergolong kedalam :
Kingdom         : Mycetae
Divisi               : Mycota
Subdivisi         : Deuteromycotina
Kelas               : Hypomycetes
Ordo                : Hyphales (Moniliales)
Famili              : Tubercularia-ceae
Genus              : Fusarium
Spesies             : F. oxysporum
           b.      Gejala dan tanda
Menurut Semangun (2007) dalam Sari et al (2012), gejala permulaan yang ditimbulkan oleh serangan jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici adalah tulang daun pucat terutama daun sebelah atas, kemudian diikuti merunduknya batang, dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan. Kelayuan seringkali diikuti klorosis daun, terutama daun pada bagian bawah. Pada tanaman muda, dapat menyebabkan tanaman mati secara mendadak karena pada pangkal batang terjadi kerusakan. Penyakit layu menjadi salah satu faktor pembatas produksi tomat karena mengakibatkan kerusakan dan kematian tanaman tomat, sehingga dapat menjadi ancaman bagi para petani tomat (Bagus, 2008). Sastrahidayat (1990) menyatakan bahwa F. oxysporum f.sp. lycopersici dapat bertahan lama dalam tanah, sehingga tanah yang sudah terinfestasi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur menginfeksi akar melalui luka, kemudian menetap dan berkembang di berkas pembuluh.
           c.       Tanaman inang
Jamur Fo merupakan penyebab penyakit layu dan busuk batang pada berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Inang dari patogen ini adalah sayuran, bawang, kentang, tomat, kubis, lobak, petsai, sawi, temu-temuan, semangka, melon, pepaya, salak, krisan, anggrek, kacang panjang, cabai, ketimun, jambu biji, dan jahe. Tanaman lain yang diketahui menjadi inang patogen ini adalah kelapa sawit, kelapa, lada, vanili, dan kapas (Semangun, 2004). 

           d.      Siklus hidup dan penyebaran
Cendawan Fusarium sp mengalami 2 fase dalam siklus hidupnya yakni patogenesa dan saprogenesa. Patogen ini hidup sebagai parasit pada tanaman inang yang masuk melalui luka pada akar dan berkembang dalam jaringan tanaman yang disebut sebagai fase patogenesa sedangkan pada fase saprogenesa merupakan fase bertahan yang diakibatkan tidak adanya inang, hidup sebagai saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman yang lain. Agrios (1997) dalam Susetyo (2010), mengemukakan bahwa patogen ini dapat menimbulkan gejala penyakit karena mampu menghasilkan enzim, toksin, polisakarida dan antibiotik dalam jaringan tanaman. Penyebaran spora dapat terjadi melalui angin, air pengairan, dan alat pertanian (Semangun, 2001).
4.    Phytophthora nicotianeae
      a.       Klasifikasi
P. nicotianeae ialah jamur yang termasuk dalam Kingdom Mycetae, Divisi Eumycota, kelas Oomycetes, dengan ciri khas memiliki zoospore berflagel dua (Gallup et al., 2006 dalam Prakoso, 2015).
      b.      Gejala dan Tanda
Penyakit lanas dapat timbul mulai dari pembibitan sampai di pertanaman. Gejala di pembibitan (lanas bibit) adalah bibit daunnya “lodoh” atau “lonyot” seperti tersiram air panas dan busuk mulai pangkal batang sampai ujung bibit, dan penyebarannya agak merata. Gejala penyakit di pertanaman ada dua jenis gejala, yaitu (1) daun yang masih hijau mendadak terkulai, layu, dan akhirnya tanaman mati; pangkal batang busuk berwarna cokelat, dan apabila dicabut pembusukan hanya terjadi di pangkal batang saja sedangkan akarnya masih sehat, (2) daun menguning, layu, dan kemudian kering mulai dari bawah, tanaman mati; pangkal batang dan akar busuk berwarna cokelat. Pangkal batang yang busuk pada kedua jenis gejala tersebut apabila dibelah maka akan terlihat empulurnya bersekat-sekat (mengamar). Selain itu gejala penyakit lanas dapat terjadi pada daun (lanas daun) dengan gejala bercak bercincin (gelap terang) berwarna cokelat (Supriyono, 2015).
      c.       Tanaman Inang
Tanaman inang bagi P. nicotianae yakni Tembakau (Nicotianae tabaccum L. dan Ciplukan (Physalis angulata) (Prakoso, 2015).
      d.      Siklus Hidup dan Penyebaran
P. nicotianae berkembang dengan baik pada tanah dengan suhu diatas 20 0C. Selain itu, perkembangan penyakit juga akan meningkat dengan meningkatnya kelembaban tanah. Terjadinya penyakit lanas diawali dengan adanya propagul di dalam tanah, meskipun satu propagul per gram tanah. Selain itu, sisa-sisa tanaman yang terinfeksi serta adanya klamidospora sebagai spora istirahat P. nicotianae di tanah juga berfungsi sebagai sumber inokulum awal. Klamidospora dapat bertahan selama beberapa tahun meskipun tidak ada inang. Saat suhu dan kelembaban tanah meningkat, maka klamidospora berkecambah dengan menghasilkan satu atau beberapa tabung kecambah. Klamidospora juga dapat menginfeksi langsung akar tembakau atau memproduksi sporangium. Masing-masing sporangium berkecambah menghasilkan 5-30 zoospora dan zoospora inilah yang menginfeksi akar tembakau melalui proses kemotaksis. Satu jam kemudian, zoospora yang masuk ke dalam akar akan berkecambah dan segera menginfeksi tanaman. Selanjutnya tumbuh dengan cepat masuk sel epidermis dan korteks (Hidayah dan Djajadi, 2009).
5.    Meloidogyne incognita
      a.       Klasifikasi
Taksonomi M. incognita menurut (2013) adalah sebagai berikut: Kelas Secernentea, Sub Kelas Diplogasteria, Ordo Tylenchida, Sub ordo Tylenchina, Superfamili Tylenchoidea, Family Heteroderidae, Subfamily Meloidogyninae, Genus Meloidogyne, Spesies Meloidogyne incognita (Dewi dan Apriyanti, 2013).
      b.      Gejala dan Tanda
Umbi kentang yang terinfeksi M. incognita memiliki gejala permukaan umbi tidak rata, bergelombang dan berbintil, dan terkadang disertai dengan adanya serangan dari patogen lain sehingga umumnya umbi cepat busuk. Permukaan luar umbi terlihat bergelombang dan menonjol, tetapi ada pula yang permukaan umbinya seperti merekah, pecah, dan terdapat tonjolan-tonjolan yang melebar (Aprilyani, et al., 2015).
      c.       Tanaman Inang
Memiliki sekitar 700 tanaman inang, diantaranya cabai, kentang, kunyit, nilam, dan Lada (Tim penyusun Kamus PS, 2013; Aprilyani, 2015; Sastrahidayat, 2016; Mangun et al., 2012; Suryanti et al., 2017).
      d.      Siklus Hidup dan Penyebaran
M. incognita adalah endoparasit yang bersifat menetap (sedentary endoparasite), apabila masuk ke dalam jaringan tanaman nematoda ini tidak akan bergerak dan berpindah posisi. Cacing betina akan sedenter selama hidupnya, sedangkan yang jantan hanya sedenter selama perkembangan larvanya (Sastrosuwignyo, 1989 dalam Dewi dan Apriyanti, 2013). Cacing ini bisa berkembang biak dengan cara parthenogenesis. Cacing jantan tidak diperlukan dalam reproduksi. Siklus hidup M. incognita dimulai ketika cacing betina menghasilkan telur (satu ekor betina dapat menghasilkan 300 – 400 butir telur). Telur tersebut akan membentuk sekumpulan telur yang bergelatin. Telur berkembang dari morula, blastula, gastrula dan menjadi berembrio. Setelah itu 4 stadia juvenile / larva (J1, J2, J3, dan J4), dan dewasa. Lama siklus hidup sangat ditentukan oleh suhu, pada 29oC telur dihasilkan 19 – 21 hari setelah penetrasi (Dewi dan Apriyanti, 2013).
6.    Ralstonia solanacearum
      a.       Klasifikasi
R. solanacearum termasuk dalam Kingdom Proteobacteria, Kelas Neisseriae, Ordo Burkholderiales, Famili Burkholderiaceae (Ditlin Hortikultura, 2018).
      b.      Gejala dan Tanda
Penyakit layu bakteri nilam menyebar secara merata pada satu areal pertanaman dengan gejala daun layu dan diakhiri kematian dalam waktu singkat. Gejala awal terlihat daun layu pada salah satu daun pucuk dan diikuti dengan daun bagian bawah. Setelah terlihat gejala lanjut dengan intensitas penyakit di atas 50%, tanaman akan mengalami kematian dalam waktu 7-25 hari. Pada gejala serangan lanjut terjadi pembusukkan akar dan pangkal batang dengan terlihat adanya massa bakteri berwarna kuning keputihan seperti susu dan ini merupakan ciri khas dari serangan patogen penyebab penyakit layu bakteri (Nasrun et al., 2007).
      c.       Tanaman Inang
R. solanacearum menyerang tanaman pertanian diantaranya tomat, kacang tanah, pisang, kentang, tembakau dan suku Solanaceae lainnya (Persley et al., 1985 dalam Nasrun et al., 2007).
      d.      Siklus Hidup dan Penyebaran
Secara ringkas, siklus hidup R. solanacearum dapat dimulai dari terjadinya infeksi patogen ke dalam akar, baik secara sendiri maupun melalui luka yang dibuat oleh nematoda peluka akar, atau akibat serangga dan alat-alat pertanian. Setelah berhasil masuk ke dalam jaringan akar, R. solanacearum akan berkembang biak di dalam pembuluh kayu (xylem) dalam akar dan pangkal batang, kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman. Akibat tersumbatnya pembuluh kayu oleh jutaan sel R. solanacearum, transportasi air dan mineral dari tanah terhambat sehingga tanaman menjadi layu dan mati (Supriyadi, 2011).
7.    Colletrotichum capsici
      a.       Klasifikasi
Menurut Alexopoulous et, al. (1996), bahwa klasifikasi dari jamur Colletrotichum capsici yaitu :
Kingdom         : Fungi
Divisi               : Ascomycota
Kelas               : Ascomycetes
Ordo                : Melanconiales
Famili              : Melanconiaceae
Genus              : Colletrotichum
Spesies            : Colletrotichum capsici Butl & Bisby
      b.      Gejala dan Tanda
Infeksi jamur Colletrotichum capsici pada buah tanaman cabai merah ditandai dengan gejala awal berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan lebih lanjut mengakibatkan buah mengkerut, kering dan membusuk (Syamsudin, 2007 dalam Salim, 2012).    
      c.       Tanaman Inang
Tanaman inang dari jamur Colletrotichum capsici yaitu tanaman cabai (Herwidyarti, dkk, 2013).
      d.      Siklus Hidup dan Penyebaran
Pada tahap awal infeksi konidia Colletrotichum capsici yang berada di permukaan kulit buah cabai merah akan berkecambah dan membentuk tabung perkecambahan. Setelah tabung perkecambahan berpenetrasi ke lapisan epidermis kulit buah cabai merah maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra dan interseluler menyebar ke seluruh jaringan dari buah cabai merah (Photita, et al., 2005 dalam Salim, 2012).
8.    Verticillium albo-atrum
      a.       Klasifikasi
Menurut Zare dan Gams (2001, dalam Khaerati dan Indriati, 2015), bahwa klasifikasi jamur Verticillium albo-atrum yaitu :
Kingdom         : Fungi
Divisi               : Ascomycota
Kelas               : Sordariomycetes
Ordo                : Hypocreales
Famili              : Clavicipitaceae
Genus              : Verticillium
Spesies            : Verticillium albo-atrum
      b.      Gejala dan Tanda
Gejala daun muncul pertama kali sebagai klorosis dan nekrosis mulai dari daun bagian bawah. Pada cuaca panas, daun tampak layu dan lembek. Kadang-kadang gejala hanya terjadi di satu sisi daun atau tanaman. Pada tanaman yang berpenyakit parah, perubahan warna jaringan pembuluh terlihat jelas, dan tanaman mungkin kerdil. Pada bagian umbi beberapa kultivar dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat muda pada cincin vaskular, meskipun faktor-faktor lain dapat menyebabkan gejala tersebut. Hasil umbi berkurang karena penurunan laju fotosintesis dan kematian dedaunan. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kentang adalah 18-20 °C (64-68 °F). Ketika suhu naik di atas 20 ° C (68 ° F), stress pada tanaman meningkat dan gejala layu Verticillium albo-atrum lebih parah (Berlanger dan Powelson, 2000).
      c.       Tanaman Inang
Tanaman inang dari jamur Verticillium albo-atrum yaitu tanaman kentang (Berlanger dan Powelson, 2000).
      d.      Siklus Hidup dan Penyebaran
Jamur Verticillium albo-atrum menyukai tanah basah dan kisaran suhu 21-27 °C (70-81 °F). Mikrosklerotia dirangsang untuk berkecambah oleh eksudat akar tanaman inang dan non-inang. Jamur menembus akar tanaman yang rentan di wilayah pemanjangan dan korteks. Dari korteks, hifa menyerang pembuluh xilem di mana konidia terbentuk. Kolonisasi vaskular terjadi ketika konidia terbentuk ke dalam tanaman bersama dengan air. Karena bahan jamur dan produk reaksi inang, sistem vaskular menjadi tersumbat, mencegah air mencapai bagian atas tanaman. Daun dan batang yang kekurangan air mulai menunjukkan gejala klorosis dan daun layu. Sebagai penyebab tanaman sakit, jamur menghasilkan microsclerotia yang dilepaskan ke tanah dengan dekomposisi bahan tanaman. Jamur bertahan selama bertahun-tahun dalam bentuk dorman atau sebagai miselium atau konidia dalam sistem vaskular tanaman tahunan (Berlanger dan Powelson, 2000).
9.    Phytopthora capsici
      a.       Klasifikasi
Menurut Semangun (2007), bahwa klasifikasi jamur Phytopthora capsici yaitu :
Kingdom         : Fungi
Divisi               : Heterokontophyta
Kelas               : Oomycetes
Ordo                : Peronosporales
Famili              : Pythiaceae
Genus              : Phytopthora
Spesies            : Phytopthora capsici
      b.      Gejala dan Tanda
Tanaman yang terserang Phytopthora capsici pada bagian pangkal batangnya akan menunjukkan gejala layu dan akhirnya mati. Serangan pada daun akan menimbulkan nekrosis dan sporangium dengan sporanya (zoospora) terdapat pada permukaan nekrosis (Kasim, 1990 dalam Wahyuno, dkk, 2010).
      c.       Tanaman Inang
Tanaman inang dari Phytopthora capsici adalah tanaman lada (Wahyudo, dkk, 2010).
      d.      Siklus Hidup dan Penyebaran
Jamur Phytopthora capsici muncul dikarenakan perubahan musim dan curah hujan yang sangat tinggi, sehingga mengakibatkan jamur Phytopthora capsici akan mudah berkembang biak dengan cepat dan dapat bertahan hingga cukup lama. Jamur Phytopthora capsici ini merupakan jamur tular tanah, yang dapat membentuk struktur istirahat sehingga mampu bertahan dalam waktu cukup lama (Triyanto, 2016). Penyebaran Phytopthora capsici oleh tanah, air, atau bagian tanaman yang terserang sehingga jamur patogen tersebut kemungkinan terdapat pada daerah pengembangan lada. Phytopthora capsici telah ditemukan hampir di semua pertanaman lada di Indonesia (Wahyuno, dkk, 2010).
10.   Erwinia carotovora pv. carotovora
      a.       Klasifikasi
Menurut Semangun (2007), bahwa klasifikasi bakteri Erwinia carotovora yaitu:
Kingdom         : Bakteria
Phylum            : Protobacteria
Class                : Gammaproteobacteria
Order               : Enterobacterialles
Family             : Enterobacteriaceae
Genus              : Erwinia
Speceis            : Erwinia carotovora
      b.      Gejala dan Tanda
Busuk pada pangkal umbi kentang yang disebabkan oleh Erwinia carotovora menurut Sastrahidayat (2011) akan berkembang dengan diikuti busuk lunak berwarna kehitaman pada batang. Tanaman yang sudah tertular parah akan mati dan umbi dari tanaman yang terinfeksi juga akan membusuk selama penyimpanan. Bakteri ini menyebar melalui umbi kentang, ataupun dari ranting-ranting sisa tanaman yang membusuk. Bakteri ini biasanya dorman saja pada kondisi normal, tetapi ketika kondisi yang disukainya mendukung, maka infeksi secara tiba-tiba akan terjadi pada umbi kentang dan berkembang kepada gejala lainnya seperti kematian jaringan daun, tanaman akan layu, tanaman segar tiba-tiba mengering, dan terdapat bercak berwarna kehitaman pada umbi, batang maupun buah yang tersebar merata. Pada kondisi lembab dan basah biasanya akan terlihat pada bagian tengah batang atau pada pembulum xylem, kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman, lalu kemudian batang akan merata berwarna hitam dan melunak.
      c.       Tanaman Inang
Bakteri Erwinia carotovora memiliki kisaran inang yang luas seperti pada wortel, kentang, kubis, radish, kailan (Gunawan, 2006).
     d.      Siklus Hidup dan Penyebaran
Dalam lingkup tanaman terinfeksi, Erwinia carotovora dapat juga ditemukan pada perut serangga, air yang dibawa oleh udara, genangan air sungai dan  timbunan wortel. Setelah terjadi hujan di atas tanaman yang terinfeksi, udara yang mengandung bakteri terbentuk. 80% dari bakteri yang tersuspensi di udara dapat bertahan hidup antara lima sampai sepuluh menit dan dapat terbawa udara sejauh satu mil. Suhu optimal untuk perkembangan bakteri 27° (Gunawan, 2006).
11.  Xanthomonas oryzae pv. oryzae
      a.       Klasifikasi
Kingdom         : Bacteria
Filum               : Proteobacteria
Kelas               : Gamma Proteobacteria
Ordo                : Xanthomonadales
Famili              : Xanthomonadaceae
Genus              : Xanthomonas
Spesies            : Xanthomonas oryzae
      b.      Gejala dan Tanda
Mula-mula pada tepi atau bagian daun yang luka tampak garis bercak kebasahan, kemudian berkembang meluas, berwarna hijau keabu-abuan, seluruh daun keriput, dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Gejala yang khas adalah penggulungan helaian daun dan warna daun menjadi hijau pucat atau ke abu-abuan (Ou 1985, Mew 1989, Suparyono dan Sudir 1992).
      c.       Tanaman Inang
Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan, mulai dari pesemaian sampai menjelang panen (Sudir, dkk., 2012).
      d.      Siklus Hidup dan Penyebaran

Adapun penyebaran patogen menurut Sastrahidayat (2011) masuk melalui lubang alami seperti hidatoda atau luka, dan akan cepat meluas khususnya pada musim penghujan karena massa bakteri yang jatuh akan mudah disebarkan melalui air pengairan.

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Busnia, M penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Plant Pathology 3rd ed.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Ourth Edition. Academic Press. Sandiego.
Alexopoulus, C., J., Mins C., W., Blackwell M. 1996. Introductory micrology 4ᵗʰ. New York : John Wiley and Sons. Hlm 869.
Aprilyani, Supramana, Suastika, G. 2015. Meloidogyne incognita Penyebab Umbi Berbintil pada Kentang di Beberapa Sentra Produksi Kentang di Jawa. J. Fitopatologi Vol. 11 (5): 143-149.
Ata, Halni, N. Papuangan, Bahtiar. 2016. Identifikasi Cendawan Patogen pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L). Universitas Khairun Ternate.
Bagus. 2008. Layu Fusarium dan Layu Verticilium pada Tomat (Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici, Verticillium spp. http://jhiagoek.blogspot.com/2008/12/ layu-fusarium-da-layuverticiliumpada.html.
Bande L., O., S., Hadisutrisno B., Somowiyarjo S., Sunarminto B., H. 2011. Karakteristik Phytophthora capsici isolate provinsi Sulawesi Tenggara. Agriplus. 21(1).
Berlanger I., Powelson M., L. 2000. Verticillium wilt. The plant health instructor. DOI: 10.1094/PHI-I-2000-0801-01. Updated 2005.
Center for Invasive Species and Ecosystem Health. 1987. Rhizoctonia solani. http:// www.invasive.org/browse/detail.cfm? imgnum=1570118. [28 April 2018].
Chet, I., Y. Henis, and Kislev. 1969. Ultrastructure of sclerotia and hyphae of Sclerotium rolfsii Sacc. Gen. Microbiol. 57: 143– 147.
Dewi, K. dan Apriyanti, Y. 2013. Meloidogyne incognita pada Kentang Hitam (Solenostemon rotundifolius). J. Fauna Indonesia Vol. 12 (1): 22-28.
Ditlin Hortikultura. Direktorat Perlindungan Hortikultura. Layu Bakteri, Penyakit Buah Pisang. http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129&Itemid=109. Diakses pada 28 April 2018.
Fichtner, E.J. 2010. Sclerotium rolfsii Kudzu of the fungal world. http://www.cals.ncsu.edu/ course/pp728/Sclerotium/Srolfsii.html. [28 April 2018].
Herwidyarti K., H., Ratih S., Sembodo D., R., J. 2013. Keparahan penyakit antraknosa pada cabai (Capsicum annum L.) dan berbagai jenis gulma. J. Agrotek. 1(1).
Hidayah, N., Djajadi. 2009. Sifat-Sifat Tanah yang Mempengaruhi Perkembangan Patogen Tular Tanah pada Tanaman Tembakau. J. Perspektif Vol. 8 (2): 74-83.
Karima, H.E.H. and G.E. Nadia . 2012. In vitro study on Fusarium solani and Rhizoctonia solani isolates causing the damping off and root rot diseases in tomatoes. Nature and Science 10(11):16-25.
Khaerani, Indriati G. 2015. Lecanicillium lecanii (Ascomycota: Hypocreales) sebagai agens hayati pengendali hama dan penyakit tanaman. SIRINOV. 3(2).
Malinda, Novi, D. Suryanto, dan K. Nurtjahja. 2012. Penghambatan Serangan Sclerotium rolfsii Penyebab Rebah Kecambah Pada Kedelai dengan Bakteri Kitinolitik. Universitas Sumatera Utara.
Mangun, H., Waluyo, H., Purnama, A. 2012. Nilam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nasrun, Christanti, Arwiyanto, T., Mariska, I. 2007. Karakteristik Fisiologis Ralstonia solanacearum Penyebab Penyakit Layu Bakteri Nilam. J. Littri Vol. 13 (2): 43 – 48.
O’Brein, C.A., K. Perez, and R.M. Davis. 2008. First report of Rhizoctonia solani on mungbean (Vigna radiata) sprouts in California. Plant Dis. J. 92(5): 831.
Prakoso, A. 2015. Pemetaan Penyakit Lanas (Phytophthora nicotianae var. nicotianae) pada Tanaman Tembakau di Enam Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Universitas Jember. Jember.
Rubilar M., A., R. 2010. Pathogenicity test and PCR detection of Verticillium albo-atrum Reinke and Berth. on gold kiwifruit (Actinidia chinensis Planch) cultural HORT16A. Santiago, Chile.
Salim M., A. 2012. Pengaruh antraknosa (Colletrotichum capsici dan Colletrotichum acutatum) terhadap respons ketahanan delapan belas genotipe buah cabai merah (Capsicum annum L.). 6(1-2).
Sari, N. Mandan, R. Kawuri, Dan K. Khalimi. 2012. Streptomyces sp. Sebagai Biofungisida Patogen Fusarium oxysporum (Schlecht.) F.sp. Lycopersici (Sacc.) Snyd. Et Hans. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.). Jurnal Agrotrop, 2(2): 161-169 (2012).
Sastrahidayat, I. 2016. Penyakit pada Tumbuhan Obat-obatan, Rempah-bumbu dan Stimula. UB Press. Malang.
Sastrahidayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional, Surabaya.
Semangun H. 2007. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Yogyakarta : UGM Press. Hlm 120.
Semangun, 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Shenoy B., D., Jeewon R., Lam W., H., Bhat D., J., Than P., P., Taylor P., W., J., Hyde K., D. 2007. Morpho-molecular charakterisation and epitypification of  Colletrotichum capsici (Glomerellacae, Sordariomycetes), the causative agent of anthracnose in Chilli. Fungal Diversity.
Sousa, R., Puigvert, M., Coll, Siri, Pianzzola, M., Valls dan Setubal. Complete genome sequence of the potato pathogen Ralstonia solanacearum UY031. Genomic Sciences Vol. 11 (7): 1-8.
Supriyadi. 2011. Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum): Dampak, Bioekologi, dan Peranan Teknologi Pengendaliannya. J. Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 4 (4): 279-293.
Supriyono. 2015. Serangan Penyakit Layu Bakteri Pseudomonas Solanacearum dan Lanas Phytophthora nicotianae pada Galur-Galur Harapan Tembakau Temanggung. J. Agrivor Vol. 8 (1): 43-50.
Suryanti, Hadisutrisno, B, Mulyadi, Widaya, J. 2017. Interaksi Meloidogyne incognita dan Fusarium solani pada Penyakit Kuning Lada. J. Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 21 (2): 127–134.
Susetyo, Aryo Pratomo. 2010. Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer Tanaman Pisang (Musa spp.) dan Penyakit Layu Fusarium. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Tarek, A. and A. Moussa. 2002. Studies on biological control of sugar beet pathogen Rhizoctonia solani. Biological Sciences 2(12):801-804.
Tim Penyusun Kamus PS. Kamus Pertanian Umum. Penebar Swadaya. Jakarta.
Triyanto K., B., T. 2016. Pencegahan dan pengendalian busuk akar tanaman lada (Phytophthora capsici). http://kabartani.com/ diakses tanggal 27 April 2018 pukul 23.10 WIB.
Wahyuno D., Manohara D., Susilowati N., Setijono R., T. 2010. Pengembangan varietas unggul lada tahan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Phytophthora capsici. Jurnal Litbang Pertanian. 29(3).
Bintari, Ni Wayan. 2015. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak pada Umbi Woter (Daucus carota L.) Varietas Lokal di Bali. Jurnal Metamorfosa. II (1) : 9-15.
Herawati, Andi. 2017. Isolasi dan Karakterisasi Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae L.) pada Tanaman Padi di Wilayah Sulawesi Selatan. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian YAPIM Maros.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar