Exploring Myself

Sepertinya sudah lama sekali saya tidak menulis di blog, dan walaupun sudah tidak zamannya lagi nulis di blog but for me everytime I write on my blog is brain storming time, baik untuk belajar dari masa lalu yang saya suka ingat-ingat atau merencanakan apa yang saya akan lakukan segera.

Well, I am now in exploring myself. Kenapa? Let me tell you first my last months's story. 
There were so many negative thoughts in my mind. Not because I was mad or something, but I cannot accept people grow up, change, and have their own problem. Meanwhile I was feeling like far from "He who created this world" (read: Allah SWT). Saya kali ini tidak ingin membicarakan bagaimana orang-orang tampak menjengkelkan namun lebih ke bagaimana teman-teman pembaca bersikap atau apa yang sebaiknya teman-teman lakukan apabila orang-orang disekitar tidak sesuai harapan dan cenderung melimpahkan masalahnya kepada teman-teman pembaca.

Saya akan membuat pengakuan bahwa I am the perfectionist one. Saya dengan kebiasaan yang step by step lalu merencanakan sesuatu dengan detail, memikirkannya hingga larut, lalu menyusun jadwal untuk menyegerakannya selesai, semua itu adalah saya banget. Because I thought without all of those things, I won't reach my goals. Sebenarnya being well prepared itu bagus, tapi segala sesuatu yang berlebihan tentunya tidak baik kan? Jadi apa yang salah?

Masalahnya adalah : Saya tidak percaya ada kekuatan yang lebih besar dibandingkan semua strategi yang saya buat dan semua rencana yang saya susun.

I was so busy membuat rancangan bagaimana hidup saya kedepan, bagaimana saya terlalu berharap pada orang-orang disekitar saya untuk bertindak sesuai keinginan saya sehingga saya harap mereka memberikan impas yang baik kepada masa depan saya. Wah, ternyata saya tidak mempertimbangkan aspek humanity karena terlalu berharap pada orang lain agar sesuai dengan apa yang saya cita-citakan. Hal itu merupakan perampasan hak asasi manusia. 

Lalu saya merenung, dimana saya salah. Berhari-hari saya pikirkan tetap tidak ada jawaban, karena sata berpikir seperti 2 + 2 = 4 sedangkan bila kita membicarakan manusia, alam dan Tuhan, maka semuanya bisa terjadi bahkan 2 + 2 bisa jadi 8 atau 10. But one day I found my way to change my whole mindset, then I realize : ternyata saya berharap pada zat yang salah.

Saya berharap pada zat yang salah. Saya memikirkan sesuatu terlalu matematis, tidak percaya bahwa ada yang lebih berkuasa mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini yaitu Dia Sang Pencipta, Allah SWT. Dia lah yang membuat suatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, Dia lah yang menunjukkan hidayah bagi orang-orang terpilih, Dia lah yang membolak-balikkan hati menjadi marah atau sedih atau bahagia. Tapi saya lupa. Saya sangat lupa. Berharap pada orang lain adalah salah besar karena mereka pun juga manusia dan bisa berbuat salah juga, termasuk sahabat, pacar, orang tua.

Sejak hari saya sadar, saya seperti mengingat-ingat kembali kualitas diri apa yang saya lupakan sehingga saya berharap pada orang lain dan lupa bersyukur. Maka saya mulai mengingat hobi saya yang sangat gemar bernyanyi, mewarnai, membuat suatu opini tentang masalah-masalah sosial, membuat suatu prakarya, saya belajar mengaji lagi untuk memperbaiki yang masih jauh dari sempurna, saya dengar lagi nasehat-nasehat baik, saya menjauh dari orang-orang yang membuat saya negatif, saya fokus pada apa yang saya senangi dan tentunya saya membiasakan diri untuk keep in touch everyday kepada orangtua saya. 

Setiap kali saya merasa negatif, saya akan selalu ingat Dia yang menciptakan saya dan apapun yang kita minta asalkan itu baik maka akan terwujud. Setiap kali saya merasa negatif saya coba untuk mengalihkannya kepada ide-ide di kepala saya to make the world a better place. Saya tahu hidup tidak segampang itu namun juga tidak sesulit itu. Maka ingatlah Dia terus and keep exploring yourself because you will find serenity within if you ask Him and never give up on yourself.