Oleh:
Safira Rizka Lestari (155040207111012)
Novia Dwi Putri (155040200111111)
Niada Lestari (155040200111046)
Tanty Andryani (155040200111041)
Patogen tular tanah (soil borne pathogens) merupakan kelompok mikroorganisme yang sebagian besar siklus hidupnya berada di dalam tanah dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi perakaran atau pangkal batang, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan kematian bagi tanaman (Garrett, 1970 dalam Hidayah dan Djajadi, 2009). Ciri-ciri utama dari patogen tular tanah adalah mempunyai stadia pemencaran dan masa bertahan yang terbatas di dalam tanah, walaupun beberapa patogen tular tanah ini dapat menghasilkan spora udara sehingga dapat memencar ke areal yang lebih luas (Hidayah dan Djajadi, 2009).
Safira Rizka Lestari (155040207111012)
Novia Dwi Putri (155040200111111)
Niada Lestari (155040200111046)
Tanty Andryani (155040200111041)
Patogen tular tanah (soil borne pathogens) merupakan kelompok mikroorganisme yang sebagian besar siklus hidupnya berada di dalam tanah dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi perakaran atau pangkal batang, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan kematian bagi tanaman (Garrett, 1970 dalam Hidayah dan Djajadi, 2009). Ciri-ciri utama dari patogen tular tanah adalah mempunyai stadia pemencaran dan masa bertahan yang terbatas di dalam tanah, walaupun beberapa patogen tular tanah ini dapat menghasilkan spora udara sehingga dapat memencar ke areal yang lebih luas (Hidayah dan Djajadi, 2009).
1.
Sclerotium rolfsii
a. Klasifikasi
Menurut Semangun
(1991), klasifikasi cendawan S. rolfsii
Sacc. Antara lain sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Basiodiomycota
Kelas : Basiomycetes
Ordo : Agaracales
Famili : Typhulaceae
Genus : Sclerotium
Spesies : Sclerotium
rolfsii Sacc.
b. Gejala
dan tanda
Infeksi S. rolfsii pada kedelai biasanya mulai terjadi di awal pertumbuhan tanaman dengan gejala busuk kecambah atau rebah kecambah. Pada tanaman kedelai berumur lebih dari 2-3 minggu, gejalanya berupa busuk pangkal batang dan layu pada bagian yang terinfeksi, terlihat bercak berwarna coklat pucat dan di bagian tersebut tumbuh miselia jamur berwarna putih (Semangun, 1993). Rebah kecambah yang disebabkan oleh S. rolfsii merupakan penyakit penting tanaman kedelai, terutama pada musim hujan atau pada lahan yang drainasenya buruk. Ditambah dengan pendapat dari Agrios (1997) bahwa S. rolfsii adalah jamur patogen tular tanah yang menyebabkan tanaman kedelai menjadi busuk, layu, kering dan akhirnya mati.
c. Tanaman
inang
S.
rolfsii mempunyai kisaran inang yang luas, terutama
menyerang tanaman muda, dari kelompok
Leguminoceae, Cruciferaceae, Cucurbitaceae, pisang, jeruk, gandum, padi,
tebu, bit gula, keladi, dan tanaman obat-obatan. (O’ Brein et al. 2008).
d. Siklus
hidup dan penyebaran
Miselium cendawan S. rolfsii berwarna putih seperti bulu.
Sel hifa primer di bagian tepi koloni mempunyai lebar 4–9 µm, dan panjang
mencapai 350 µm (Semangun 1993). Hifa mempunyai satu atau lebih hubungan klan.
Sel hifa sekunder, tersier, dan seterusnya berukuran lebih kecil dari sel
primer dan mempunyai lebar 1,6–2 µm. Percabangannya membentuk sudut yang lebih
besar dan tidak mempunyai hubungan klan. Seperti cendawan yang lain, S. rolfsii juga mempunyai hifa, tetapi
hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia, sehingga identifikasinya
didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media
buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8–11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga
lapisan, yaitu kulit dalam, kulit luar, dan kulit teras. Pada kulit dalam
terdapat 6–8 lapisan sel, kulit luar 4–6 lapisan sel, sedangkan kulit teras
terdiri atas benang-benang hifa yang hialin dan tidak mengalami penebalan
dinding sel (Chet et al. 1969). Sebaran penyakit tular
tanah di Indonesia sangat luas, meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Hasil survei di Sumatera Selatan
menunjukkan kacang hijau di beberapa daerah tersebut terinfeksi oleh S. rolfsii. Cendawan tersebut juga
ditemukan di Kalimantan dengan tingkat infeksi yang tinggi. Cendawan S. rolfsii umumnya hidup di daerah
tropis dan subtropis seperti Amerika Serikat, Amerika Tengah, Amerika Selatan,
Afrika, India, Jepang, Filipina, dan Hawai. Patogen tersebut jarang tumbuh di
daerah dengan suhu di bawah 0°C (Fichtner 2010).
2.
Rhizoctonia solani
a. Klasifikasi
Klasifikasi cendawan
Rhizoctonia solani (Alexopoulos et al.
1979) adalah sebagai berikut:
Domain : Eukaryota
Kingdom : Fungi
Phylum : Deuteromycota
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Agonomycetales
Genus : Rhizoctonia
Spesies :
Rhizoctonia solani
b. Gejala
dan tanda
Gejala penyakit busuk
pelepah pada tanaman jagung dan sorgum awalnya terdapat di pelepah atau helaian
daun berupa bercak/hawar berwarna agak kemerahan, dan berubah menjadi abu-abu.
Kemudian bercak meluas yang seringkali diikuti oleh pembentukan sklerotium yang
tidak beraturan, mula-mula berwarna putih, dan berubah menjadi coklat, sehingga
tanaman layu atau terjadi pembusukan karena adanya hambatan transportasi unsur
hara dan air. Gejala penyakit ini pada beberapa jenis tanaman juga dapat
menyebabkan damping off yang banyak terjadi pada lahan-lahan yang ditanami gula
bit (Tarek and Moussa 2002). Menurut Karima dan Nadia (2012) dan Bohlooli et al.(2005), setiap Anastomosis
Grouping (AG) mempunyai gejala dan kerusakan yang berbeda. Jika terinfeksi pada
awal pertumbuhan maka tanaman akan mengalami damping off atau terjadi
pembusukan pada waktu biji mulai berkecambah, sehingga biji tidak tumbuh.
Selain itu juga terjadi infeksi pada tangkai dan daun yang mengakibatkan
tangkai membusuk dan berkurangnya luas daun yang akan menghambat proses
fotosintesis. Kemudian, kerusakan tanaman menjalar ke bagian xylem dan floem.
Kerusakan terberat terjadi apabila bulir mulai terinfeksi, selain bulir
membusuk, kernel berkerut dan kering.
c. Tanaman
inang
Tanaman inang cendawan S. rolfsii dan R. solani sangat luas, meliputi famili Leguminoceae (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah,
buncis), Gramineae (padi, jagung,
sorgum, terigu, rumput teki), Solanaceae (tomat,
terung, kentang), Cucurbitaceae (kelompok
labu), kapas, kubis, wortel, bit gula, bawang merah, krisan, dan tembakau
(Semangun, 1993).
d. Siklus
hidup dan penyebaran
Cendawan R. solani bertahan di dalam tanah dan
sisa-sisa tanaman yang terinfeksi sebagai sklerotia atau miselium.
Sklerotiumnya dikenal sebagai tempat untuk bertahan hidup selama beberapa tahun
di dalam tanah, disebarkan oleh air, irigasi, tanah yang terkontaminasi, dan
sisa-sisa tanaman. Cendawan R. solani
dapat berkembang baik pada kelembaban yang tinggi (> 80%) dan suhu 15-35°C. Cendawan
ini mulai menginfeksi tanaman sejak biji baru ditanam dengan mengeluarkan
stimulan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang terinfeksi ke tanaman
selanjutnya dan menyebabkan gejala khas pada batang, pelepah, daun, dan bulir.
Cendawan dapat bertahan hidup pada musim dingin sebagai sklerotia pada
sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan di dalam tanah. Sebaran penyakit tular
tanah di Indonesia sangat luas, meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Fichtner 2010)
3.
Fusarium oxysporum
a. Klasifikasi
Klasifikasi cendawan Fusarium
oxysporum berdasarkan Agrios (1996) tergolong kedalam :
Kingdom : Mycetae
Divisi : Mycota
Subdivisi : Deuteromycotina
Kelas : Hypomycetes
Ordo : Hyphales (Moniliales)
Famili : Tubercularia-ceae
Genus : Fusarium
Spesies : F. oxysporum
b. Gejala
dan tanda
Menurut Semangun (2007)
dalam Sari et al (2012), gejala
permulaan yang ditimbulkan oleh serangan jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici
adalah tulang daun pucat terutama daun sebelah atas, kemudian diikuti
merunduknya batang, dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan.
Kelayuan seringkali diikuti klorosis daun, terutama daun pada bagian bawah.
Pada tanaman muda, dapat menyebabkan tanaman mati secara mendadak karena pada
pangkal batang terjadi kerusakan. Penyakit layu menjadi salah satu faktor
pembatas produksi tomat karena mengakibatkan kerusakan dan kematian tanaman
tomat, sehingga dapat menjadi ancaman bagi para petani tomat (Bagus, 2008).
Sastrahidayat (1990) menyatakan bahwa F.
oxysporum f.sp. lycopersici dapat
bertahan lama dalam tanah, sehingga tanah yang sudah terinfestasi sukar
dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur menginfeksi akar melalui luka,
kemudian menetap dan berkembang di berkas pembuluh.
c. Tanaman
inang
Jamur Fo merupakan
penyebab penyakit layu dan busuk batang pada berbagai jenis tanaman pangan,
hortikultura dan perkebunan. Inang dari patogen ini adalah sayuran, bawang,
kentang, tomat, kubis, lobak, petsai, sawi, temu-temuan, semangka, melon,
pepaya, salak, krisan, anggrek, kacang panjang, cabai, ketimun, jambu biji, dan
jahe. Tanaman lain yang diketahui menjadi inang patogen ini adalah kelapa
sawit, kelapa, lada, vanili, dan kapas (Semangun, 2004).
Cendawan Fusarium sp mengalami 2 fase dalam
siklus hidupnya yakni patogenesa dan saprogenesa. Patogen ini hidup sebagai
parasit pada tanaman inang yang masuk melalui luka pada akar dan berkembang
dalam jaringan tanaman yang disebut sebagai fase patogenesa sedangkan pada fase
saprogenesa merupakan fase bertahan yang diakibatkan tidak adanya inang, hidup
sebagai saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber inokulum
untuk menimbulkan penyakit pada tanaman yang lain. Agrios (1997) dalam Susetyo
(2010), mengemukakan bahwa patogen ini dapat menimbulkan gejala penyakit karena
mampu menghasilkan enzim, toksin, polisakarida dan antibiotik dalam jaringan
tanaman. Penyebaran spora dapat terjadi melalui angin, air pengairan, dan alat
pertanian (Semangun, 2001).
4.
Phytophthora
nicotianeae
a. Klasifikasi
P. nicotianeae ialah
jamur yang termasuk dalam Kingdom Mycetae, Divisi Eumycota, kelas Oomycetes,
dengan ciri khas memiliki zoospore berflagel dua (Gallup et al., 2006 dalam Prakoso, 2015).
b. Gejala
dan Tanda
Penyakit lanas
dapat timbul mulai dari pembibitan sampai di pertanaman. Gejala di pembibitan
(lanas bibit) adalah bibit daunnya “lodoh” atau “lonyot” seperti tersiram air
panas dan busuk mulai pangkal batang sampai ujung bibit, dan penyebarannya agak
merata. Gejala penyakit di pertanaman ada dua jenis gejala, yaitu (1) daun yang
masih hijau mendadak terkulai, layu, dan akhirnya tanaman mati; pangkal batang
busuk berwarna cokelat, dan apabila dicabut pembusukan hanya terjadi di pangkal
batang saja sedangkan akarnya masih sehat, (2) daun menguning, layu, dan
kemudian kering mulai dari bawah, tanaman mati; pangkal batang dan akar busuk
berwarna cokelat. Pangkal batang yang busuk pada kedua jenis gejala tersebut
apabila dibelah maka akan terlihat empulurnya bersekat-sekat (mengamar). Selain
itu gejala penyakit lanas dapat terjadi pada daun (lanas daun) dengan gejala
bercak bercincin (gelap terang) berwarna cokelat (Supriyono, 2015).
c. Tanaman
Inang
Tanaman inang
bagi P. nicotianae yakni Tembakau (Nicotianae tabaccum L. dan Ciplukan (Physalis angulata) (Prakoso, 2015).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
P. nicotianae
berkembang dengan baik pada tanah dengan suhu diatas 20 0C. Selain itu,
perkembangan penyakit juga akan meningkat dengan meningkatnya kelembaban tanah.
Terjadinya penyakit lanas diawali dengan adanya propagul di dalam tanah,
meskipun satu propagul per gram tanah. Selain itu, sisa-sisa tanaman yang
terinfeksi serta adanya klamidospora sebagai spora istirahat P. nicotianae di tanah juga berfungsi
sebagai sumber inokulum awal. Klamidospora dapat bertahan selama beberapa tahun
meskipun tidak ada inang. Saat suhu dan kelembaban tanah meningkat, maka
klamidospora berkecambah dengan menghasilkan satu atau beberapa tabung
kecambah. Klamidospora juga dapat menginfeksi langsung akar tembakau atau
memproduksi sporangium. Masing-masing sporangium berkecambah menghasilkan 5-30
zoospora dan zoospora inilah yang menginfeksi akar tembakau melalui proses
kemotaksis. Satu jam kemudian, zoospora yang masuk ke dalam akar akan
berkecambah dan segera menginfeksi tanaman. Selanjutnya tumbuh dengan cepat masuk
sel epidermis dan korteks (Hidayah dan Djajadi, 2009).
5.
Meloidogyne
incognita
a. Klasifikasi
Taksonomi M. incognita menurut (2013) adalah
sebagai berikut: Kelas Secernentea, Sub Kelas Diplogasteria, Ordo Tylenchida,
Sub ordo Tylenchina, Superfamili Tylenchoidea, Family Heteroderidae, Subfamily
Meloidogyninae, Genus Meloidogyne, Spesies Meloidogyne
incognita (Dewi dan Apriyanti, 2013).
b. Gejala
dan Tanda
Umbi kentang
yang terinfeksi M. incognita memiliki gejala permukaan umbi
tidak rata, bergelombang dan berbintil, dan terkadang disertai dengan adanya
serangan dari patogen lain sehingga umumnya umbi cepat busuk. Permukaan luar
umbi terlihat bergelombang dan menonjol, tetapi ada pula yang permukaan umbinya
seperti merekah, pecah, dan terdapat tonjolan-tonjolan yang melebar (Aprilyani,
et al., 2015).
c. Tanaman
Inang
Memiliki sekitar
700 tanaman inang, diantaranya cabai, kentang, kunyit, nilam, dan Lada (Tim
penyusun Kamus PS, 2013; Aprilyani, 2015; Sastrahidayat, 2016; Mangun et al., 2012; Suryanti et al., 2017).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
M. incognita
adalah endoparasit yang bersifat menetap (sedentary
endoparasite), apabila masuk ke dalam jaringan tanaman nematoda ini tidak
akan bergerak dan berpindah posisi. Cacing betina akan sedenter selama
hidupnya, sedangkan yang jantan hanya sedenter selama perkembangan larvanya
(Sastrosuwignyo, 1989 dalam Dewi dan Apriyanti, 2013). Cacing ini bisa
berkembang biak dengan cara parthenogenesis. Cacing jantan tidak diperlukan
dalam reproduksi. Siklus hidup M.
incognita dimulai ketika cacing betina menghasilkan telur (satu ekor betina
dapat menghasilkan 300 – 400 butir telur). Telur tersebut akan membentuk
sekumpulan telur yang bergelatin. Telur berkembang dari morula, blastula,
gastrula dan menjadi berembrio. Setelah itu 4 stadia juvenile / larva (J1, J2,
J3, dan J4), dan dewasa. Lama siklus hidup sangat ditentukan oleh suhu, pada
29oC telur dihasilkan 19 – 21 hari setelah penetrasi (Dewi dan Apriyanti, 2013).
6.
Ralstonia
solanacearum
a. Klasifikasi
R. solanacearum
termasuk dalam Kingdom Proteobacteria, Kelas Neisseriae, Ordo Burkholderiales,
Famili Burkholderiaceae (Ditlin Hortikultura, 2018).
b. Gejala
dan Tanda
Penyakit layu
bakteri nilam menyebar secara merata pada satu areal pertanaman dengan gejala
daun layu dan diakhiri kematian dalam waktu singkat. Gejala awal terlihat daun
layu pada salah satu daun pucuk dan diikuti dengan daun bagian bawah. Setelah
terlihat gejala lanjut dengan intensitas penyakit di atas 50%, tanaman akan
mengalami kematian dalam waktu 7-25 hari. Pada gejala serangan lanjut terjadi
pembusukkan akar dan pangkal batang dengan terlihat adanya massa bakteri
berwarna kuning keputihan seperti susu dan ini merupakan ciri khas dari
serangan patogen penyebab penyakit layu bakteri (Nasrun et al., 2007).
c. Tanaman
Inang
R. solanacearum
menyerang tanaman pertanian diantaranya tomat, kacang tanah, pisang, kentang,
tembakau dan suku Solanaceae lainnya (Persley et al., 1985 dalam Nasrun et
al., 2007).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
Secara ringkas,
siklus hidup R. solanacearum dapat dimulai dari terjadinya infeksi patogen ke
dalam akar, baik secara sendiri maupun melalui luka yang dibuat oleh nematoda
peluka akar, atau akibat serangga dan alat-alat pertanian. Setelah berhasil
masuk ke dalam jaringan akar, R. solanacearum akan berkembang biak di dalam
pembuluh kayu (xylem) dalam akar dan pangkal batang, kemudian menyebar ke
seluruh bagian tanaman. Akibat tersumbatnya pembuluh kayu oleh jutaan sel R.
solanacearum, transportasi air dan mineral dari tanah terhambat sehingga
tanaman menjadi layu dan mati (Supriyadi, 2011).
7.
Colletrotichum capsici
a. Klasifikasi
Menurut Alexopoulous et, al.
(1996), bahwa klasifikasi dari jamur Colletrotichum capsici yaitu :
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Ascomycetes
Ordo : Melanconiales
Famili : Melanconiaceae
Genus : Colletrotichum
Spesies : Colletrotichum capsici Butl & Bisby
b. Gejala
dan Tanda
Infeksi jamur Colletrotichum
capsici pada buah tanaman cabai merah ditandai dengan gejala awal berupa
bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan
lebih lanjut mengakibatkan buah mengkerut, kering dan membusuk (Syamsudin, 2007
dalam Salim, 2012).
c. Tanaman
Inang
Tanaman inang dari jamur
Colletrotichum capsici yaitu tanaman cabai (Herwidyarti, dkk, 2013).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
Pada tahap awal infeksi konidia Colletrotichum capsici yang berada di
permukaan kulit buah cabai merah akan berkecambah dan membentuk tabung
perkecambahan. Setelah tabung perkecambahan berpenetrasi ke lapisan epidermis
kulit buah cabai merah maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra
dan interseluler menyebar ke seluruh jaringan dari buah cabai merah (Photita,
et al., 2005 dalam Salim, 2012).
8.
Verticillium albo-atrum
a. Klasifikasi
Menurut Zare dan Gams (2001, dalam
Khaerati dan Indriati, 2015), bahwa klasifikasi jamur Verticillium albo-atrum
yaitu :
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Clavicipitaceae
Genus : Verticillium
Spesies : Verticillium albo-atrum
b. Gejala
dan Tanda
Gejala daun muncul pertama kali
sebagai klorosis dan nekrosis mulai dari daun bagian bawah. Pada cuaca panas,
daun tampak layu dan lembek. Kadang-kadang gejala hanya terjadi di satu sisi
daun atau tanaman. Pada tanaman yang berpenyakit parah, perubahan warna
jaringan pembuluh terlihat jelas, dan tanaman mungkin kerdil. Pada bagian umbi
beberapa kultivar dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat muda pada
cincin vaskular, meskipun faktor-faktor lain dapat menyebabkan gejala tersebut.
Hasil umbi berkurang karena penurunan laju fotosintesis dan kematian dedaunan.
Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kentang adalah 18-20 °C (64-68 °F).
Ketika suhu naik di atas 20 ° C (68 ° F), stress pada tanaman meningkat dan
gejala layu Verticillium albo-atrum lebih parah (Berlanger dan Powelson, 2000).
c. Tanaman
Inang
Tanaman inang dari jamur
Verticillium albo-atrum yaitu tanaman kentang (Berlanger dan Powelson, 2000).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
Jamur Verticillium albo-atrum
menyukai tanah basah dan kisaran suhu 21-27 °C (70-81 °F). Mikrosklerotia
dirangsang untuk berkecambah oleh eksudat akar tanaman inang dan non-inang.
Jamur menembus akar tanaman yang rentan di wilayah pemanjangan dan korteks.
Dari korteks, hifa menyerang pembuluh xilem di mana konidia terbentuk.
Kolonisasi vaskular terjadi ketika konidia terbentuk ke dalam tanaman bersama
dengan air. Karena bahan jamur dan produk reaksi inang, sistem vaskular menjadi
tersumbat, mencegah air mencapai bagian atas tanaman. Daun dan batang yang
kekurangan air mulai menunjukkan gejala klorosis dan daun layu. Sebagai penyebab
tanaman sakit, jamur menghasilkan microsclerotia yang dilepaskan ke tanah
dengan dekomposisi bahan tanaman. Jamur bertahan selama bertahun-tahun dalam
bentuk dorman atau sebagai miselium atau konidia dalam sistem vaskular tanaman
tahunan (Berlanger dan Powelson, 2000).
9.
Phytopthora capsici
a. Klasifikasi
Menurut Semangun (2007), bahwa
klasifikasi jamur Phytopthora capsici
yaitu :
Kingdom : Fungi
Divisi : Heterokontophyta
Kelas : Oomycetes
Ordo : Peronosporales
Famili : Pythiaceae
Genus : Phytopthora
Spesies : Phytopthora capsici
b. Gejala
dan Tanda
Tanaman yang terserang Phytopthora capsici
pada bagian pangkal batangnya akan menunjukkan gejala layu dan akhirnya mati.
Serangan pada daun akan menimbulkan nekrosis dan sporangium dengan sporanya
(zoospora) terdapat pada permukaan nekrosis (Kasim, 1990 dalam Wahyuno, dkk,
2010).
c. Tanaman
Inang
Tanaman inang dari Phytopthora
capsici adalah tanaman lada (Wahyudo, dkk, 2010).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
Jamur Phytopthora capsici muncul
dikarenakan perubahan musim dan curah hujan yang sangat tinggi, sehingga
mengakibatkan jamur Phytopthora capsici akan mudah berkembang biak dengan cepat
dan dapat bertahan hingga cukup lama. Jamur Phytopthora capsici ini merupakan
jamur tular tanah, yang dapat membentuk struktur istirahat sehingga mampu
bertahan dalam waktu cukup lama (Triyanto, 2016). Penyebaran Phytopthora
capsici oleh tanah, air, atau bagian tanaman yang terserang sehingga jamur
patogen tersebut kemungkinan terdapat pada daerah pengembangan lada.
Phytopthora capsici telah ditemukan hampir di semua pertanaman lada di
Indonesia (Wahyuno, dkk, 2010).
10.
Erwinia carotovora pv.
carotovora
a. Klasifikasi
Menurut Semangun (2007), bahwa
klasifikasi bakteri Erwinia carotovora
yaitu:
Kingdom : Bakteria
Phylum : Protobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacterialles
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Erwinia
Speceis : Erwinia carotovora
b. Gejala
dan Tanda
Busuk pada pangkal umbi kentang
yang disebabkan oleh Erwinia carotovora menurut
Sastrahidayat (2011) akan berkembang dengan diikuti busuk lunak berwarna
kehitaman pada batang. Tanaman yang sudah tertular parah akan mati dan umbi
dari tanaman yang terinfeksi juga akan membusuk selama penyimpanan. Bakteri ini
menyebar melalui umbi kentang, ataupun dari ranting-ranting sisa tanaman yang
membusuk. Bakteri ini biasanya dorman saja pada kondisi normal, tetapi ketika
kondisi yang disukainya mendukung, maka infeksi secara tiba-tiba akan terjadi
pada umbi kentang dan berkembang kepada gejala lainnya seperti kematian
jaringan daun, tanaman akan layu, tanaman segar tiba-tiba mengering, dan
terdapat bercak berwarna kehitaman pada umbi, batang maupun buah yang tersebar
merata. Pada kondisi lembab dan basah biasanya akan terlihat pada bagian tengah
batang atau pada pembulum xylem, kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman,
lalu kemudian batang akan merata berwarna hitam dan melunak.
c. Tanaman
Inang
Bakteri Erwinia carotovora memiliki kisaran inang yang luas seperti pada
wortel, kentang, kubis, radish, kailan (Gunawan, 2006).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
Dalam lingkup tanaman terinfeksi, Erwinia carotovora dapat juga ditemukan
pada perut serangga, air yang dibawa oleh udara, genangan air sungai dan timbunan wortel. Setelah terjadi hujan di
atas tanaman yang terinfeksi, udara yang mengandung bakteri terbentuk. 80% dari
bakteri yang tersuspensi di udara dapat bertahan hidup antara lima sampai
sepuluh menit dan dapat terbawa udara sejauh satu mil. Suhu optimal untuk perkembangan
bakteri 27° (Gunawan, 2006).
11.
Xanthomonas oryzae pv.
oryzae
a. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Xanthomonadales
Famili : Xanthomonadaceae
Genus : Xanthomonas
Spesies : Xanthomonas
oryzae
b. Gejala
dan Tanda
Mula-mula pada tepi atau bagian
daun yang luka tampak garis bercak kebasahan, kemudian berkembang meluas,
berwarna hijau keabu-abuan, seluruh daun keriput, dan akhirnya layu seperti
tersiram air panas. Gejala yang khas adalah penggulungan helaian daun dan warna
daun menjadi hijau pucat atau ke abu-abuan (Ou 1985, Mew 1989, Suparyono dan
Sudir 1992).
c. Tanaman
Inang
Bakteri Xanthomonas oryzae pv.
oryzae (Xoo), dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan, mulai
dari pesemaian sampai menjelang panen (Sudir, dkk., 2012).
d. Siklus
Hidup dan Penyebaran
Adapun penyebaran patogen menurut Sastrahidayat (2011) masuk melalui lubang alami seperti hidatoda atau luka, dan akan cepat meluas khususnya pada musim penghujan karena massa bakteri yang jatuh akan mudah disebarkan melalui air pengairan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1996.
Ilmu Penyakit Tumbuhan. Busnia, M penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari Plant Pathology 3rd ed.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Ourth Edition.
Academic Press. Sandiego.
Alexopoulus, C.,
J., Mins C., W., Blackwell M. 1996. Introductory micrology 4ᵗʰ. New York : John
Wiley and Sons. Hlm 869.
Aprilyani,
Supramana, Suastika, G. 2015. Meloidogyne incognita Penyebab Umbi Berbintil
pada Kentang di Beberapa Sentra Produksi Kentang di Jawa. J. Fitopatologi Vol.
11 (5): 143-149.
Ata, Halni, N. Papuangan, Bahtiar. 2016. Identifikasi
Cendawan Patogen pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L).
Universitas Khairun Ternate.
Bagus. 2008. Layu Fusarium dan Layu
Verticilium pada
Tomat (Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici,
Verticillium spp. http://jhiagoek.blogspot.com/2008/12/ layu-fusarium-da-layuverticiliumpada.html.
Bande L., O.,
S., Hadisutrisno B., Somowiyarjo S., Sunarminto B., H. 2011. Karakteristik
Phytophthora capsici isolate provinsi Sulawesi Tenggara. Agriplus. 21(1).
Berlanger I.,
Powelson M., L. 2000. Verticillium wilt. The plant health instructor. DOI:
10.1094/PHI-I-2000-0801-01. Updated 2005.
Center for
Invasive Species and Ecosystem Health. 1987. Rhizoctonia solani. http://
www.invasive.org/browse/detail.cfm? imgnum=1570118. [28 April 2018].
Chet, I., Y.
Henis, and Kislev. 1969. Ultrastructure of sclerotia and hyphae of Sclerotium
rolfsii Sacc. Gen. Microbiol. 57: 143– 147.
Dewi, K. dan
Apriyanti, Y. 2013. Meloidogyne incognita pada Kentang Hitam (Solenostemon
rotundifolius). J. Fauna Indonesia Vol. 12 (1): 22-28.
Ditlin
Hortikultura. Direktorat Perlindungan Hortikultura. Layu Bakteri, Penyakit Buah
Pisang. http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129&Itemid=109.
Diakses pada 28 April 2018.
Fichtner, E.J.
2010. Sclerotium rolfsii Kudzu of the fungal world. http://www.cals.ncsu.edu/
course/pp728/Sclerotium/Srolfsii.html. [28 April 2018].
Herwidyarti K.,
H., Ratih S., Sembodo D., R., J. 2013. Keparahan penyakit antraknosa pada cabai
(Capsicum annum L.) dan berbagai jenis gulma. J. Agrotek. 1(1).
Hidayah, N.,
Djajadi. 2009. Sifat-Sifat Tanah yang Mempengaruhi Perkembangan Patogen Tular
Tanah pada Tanaman Tembakau. J. Perspektif Vol. 8 (2): 74-83.
Karima, H.E.H.
and G.E. Nadia . 2012. In vitro study on Fusarium solani and Rhizoctonia solani
isolates causing the damping off and root rot diseases in tomatoes. Nature and
Science 10(11):16-25.
Khaerani,
Indriati G. 2015. Lecanicillium lecanii (Ascomycota: Hypocreales) sebagai agens
hayati pengendali hama dan penyakit tanaman. SIRINOV. 3(2).
Malinda,
Novi, D. Suryanto, dan K. Nurtjahja. 2012. Penghambatan Serangan Sclerotium rolfsii Penyebab
Rebah Kecambah Pada Kedelai dengan Bakteri Kitinolitik. Universitas Sumatera Utara.
Mangun, H.,
Waluyo, H., Purnama, A. 2012. Nilam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nasrun,
Christanti, Arwiyanto, T., Mariska, I. 2007. Karakteristik Fisiologis Ralstonia
solanacearum Penyebab Penyakit Layu Bakteri Nilam. J. Littri Vol. 13 (2): 43 –
48.
O’Brein, C.A.,
K. Perez, and R.M. Davis. 2008. First report of Rhizoctonia solani on mungbean
(Vigna radiata) sprouts in California. Plant Dis. J. 92(5): 831.
Prakoso, A.
2015. Pemetaan Penyakit Lanas (Phytophthora nicotianae var. nicotianae) pada
Tanaman Tembakau di Enam Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Universitas Jember.
Jember.
Rubilar M., A.,
R. 2010. Pathogenicity test and PCR detection of Verticillium albo-atrum Reinke
and Berth. on gold kiwifruit (Actinidia chinensis Planch) cultural HORT16A.
Santiago, Chile.
Salim M., A.
2012. Pengaruh antraknosa (Colletrotichum capsici dan Colletrotichum acutatum)
terhadap respons ketahanan delapan belas genotipe buah cabai merah (Capsicum
annum L.). 6(1-2).
Sari, N. Mandan, R. Kawuri, Dan
K. Khalimi. 2012. Streptomyces sp. Sebagai Biofungisida Patogen Fusarium
oxysporum (Schlecht.) F.sp. Lycopersici (Sacc.) Snyd. Et Hans.
Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.).
Jurnal Agrotrop, 2(2): 161-169 (2012).
Sastrahidayat,
I. 2016. Penyakit pada Tumbuhan Obat-obatan, Rempah-bumbu dan Stimula. UB
Press. Malang.
Sastrahidayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional, Surabaya.
Semangun H.
2007. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Yogyakarta : UGM
Press. Hlm 120.
Semangun,
2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Semangun, H.
1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di
Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Semangun, H.
2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Shenoy B., D.,
Jeewon R., Lam W., H., Bhat D., J., Than P., P., Taylor P., W., J., Hyde K., D.
2007. Morpho-molecular charakterisation and epitypification of Colletrotichum capsici (Glomerellacae,
Sordariomycetes), the causative agent of anthracnose in Chilli. Fungal
Diversity.
Sousa, R.,
Puigvert, M., Coll, Siri, Pianzzola, M., Valls dan Setubal. Complete genome
sequence of the potato pathogen Ralstonia solanacearum UY031. Genomic Sciences
Vol. 11 (7): 1-8.
Supriyadi. 2011.
Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum): Dampak, Bioekologi, dan Peranan
Teknologi Pengendaliannya. J. Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 4 (4):
279-293.
Supriyono. 2015.
Serangan Penyakit Layu Bakteri Pseudomonas Solanacearum dan Lanas Phytophthora
nicotianae pada Galur-Galur Harapan Tembakau Temanggung. J. Agrivor Vol. 8 (1):
43-50.
Suryanti,
Hadisutrisno, B, Mulyadi, Widaya, J. 2017. Interaksi Meloidogyne incognita dan
Fusarium solani pada Penyakit Kuning Lada. J. Perlindungan Tanaman Indonesia
Vol. 21 (2): 127–134.
Susetyo, Aryo
Pratomo. 2010. Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer Tanaman Pisang (Musa
spp.) dan Penyakit Layu Fusarium. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Tarek, A. and A.
Moussa. 2002. Studies on biological control of sugar beet pathogen Rhizoctonia
solani. Biological Sciences 2(12):801-804.
Tim Penyusun
Kamus PS. Kamus Pertanian Umum. Penebar Swadaya. Jakarta.
Triyanto K., B.,
T. 2016. Pencegahan dan pengendalian busuk akar tanaman lada (Phytophthora
capsici). http://kabartani.com/ diakses tanggal 27 April 2018 pukul 23.10 WIB.
Wahyuno D.,
Manohara D., Susilowati N., Setijono R., T. 2010. Pengembangan varietas unggul
lada tahan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Phytophthora
capsici. Jurnal Litbang Pertanian. 29(3).
Bintari, Ni
Wayan. 2015. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak pada Umbi
Woter (Daucus carota L.) Varietas Lokal di Bali. Jurnal Metamorfosa. II (1) :
9-15.
Herawati, Andi.
2017. Isolasi dan Karakterisasi Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri
(Xanthomonas oryzae pv. oryzae L.) pada Tanaman Padi di Wilayah Sulawesi
Selatan. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian YAPIM Maros.