Pentingnya Budaya Sadar Bencana Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Perkenalkan saya Safira, 21 tahun, memiliki saudara laki-laki hiperaktif dan spektrum autis. Cukup sering saya mengantarkan adik saya bersekolah, lalu bertemu dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Anak berkebutuhan khusus dapat didefinisikan sebagai anak yang mengalami gangguan secara mental, emosi, dan fisik (Heward, 2003). Salah satu gangguan yang sering dijumpai adalah terpaku dalam satu hal, tertawa tidak pada tempatnya, tidak merasakan sakit, dan masih banyak lagi. Meski berkebutuhan khusus, mereka adalah anak-anak dengan kelebihan tersendiri yang seringkali dianugerahi daya ingat sangat baik (baca : cerdas), kemampuan berhitung diluar anak normal lainnya, atau dapat melihat benda tak kasat mata. 

Baru-baru ini, saya yang tinggal di Denpasar, Bali was-was dengan adanya bencana alam gempa bumi yang berpusat di Lombok Utara. Getaran gempa yang keras sangat terasa di kediaman saya. Tentunya adalah sesuatu yang tidak biasa bagi adik saya yang berkebutuhan khusus merasakan getaran gempa. Berlari-lari ia ketakutan sambil berteriak kebingungan. Keadaan seperti ini seringkali disebut “tantrum”. Tantrum ialah luapan emosi saat anak berkebutuhan khusus sedang merasakan amarah, sedih, senang, takut, atau pun dalam keadaan terkejut. Keadaan ini sangat membuat tidak kondusif, mengingat saat gempa bumi terjadi seharusnya kita bersikap sedemikian tenang agar mudah menyelamatkan diri. 

Namun beruntunglah kami adalah keluarga yang dapat bekerjasama dengan cekatan dan sabar menghadapi anak berkebutuhan khusus seperti adik saya. Terutama ibu saya dengan sigap memberikan pengertian dengan kata-kata yang mudah diingat oleh adik saya agar ia segara tenang dan tidak tantrum lagi. Pada dasarnya anak kebutuhan khusus adalah anak yang cerdas bukan? Oleh karena itu yang ibu saya lakukan adalah mengadakan kontak mata pada adik saya agar konsentrasinya tidak terpecah dan mengatakan “yang tenang” kepadanya. Lalu beberapa saat kemudian adik saya terdiam lalu beranjak keluar rumah bersama saya dan ayah. 

Anak berkebutuhan khusus dapat dilatih akan budaya sadar bencana secara bertahap, yakni dengan mulai dengan mencontohkan tindakan antisipasi saat ada bencana alam khususnya gempa bumi; tetap tenang, berbicara dengan jelas dan tegas serta memberikan contoh bagaimana harus keluar dari ruangan serta menghindari reruntuhan adalah yang bisa dilakukan untuk membiasakan anak berkebutuhan khusus dalam menghadapi gempa bumi. 

Bagi teman-teman yang memiliki sanak saudara berkebutuhan khusus seperti saya, hendaklah sabar dalam mengevakuasi saat terjadi gempa bumi atau bencana alam lainnya. Sebab anak berkebutuhan khusus memiliki cara berbeda dalam merespon suatu perintah. Terlebih untuk sekolah-sekolah dan orang tua dengan anaka berkebutuhan khusus, ada baiknya apabila di sekolah atau di rumah dilakukan praktek kecil-kecilan untuk melatih anak berkebutuhan khusus supaya tanggap bencana. Misalnya adalah dengan membuat suatu simulasi gempa buatan lalu para guru atau orang tua dapat mencontohkan apa yang harus dilakukan saat ada bencana alam. 

Tidak hanya anak yang bersangkutan yang perlu dilatih namun orang tua, sanak saudara, bahkan petugas-petugas yang terkait seperti Bapak Ibu yang bertugas di Badan Penanggulangan Bencana harus mengetahui bagaimana cara menghadapi anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat membantu mempercepat proses evakuasi sehingga makin berpeluang untuk menyelamatkan banyak jiwa.

Memberikan edukasi tentang menghadapi bencana alam khususnya gempa bumi menjadi penting, mengingat letak Negara Indonesia berada di wilayah cincin api pasifik sehingga sering terjadi gunung meletus dan gempa bumi. Tidak hanya manusia normal yang harus diselamatkan, namun juga anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan menghadapi gempa bumi dan bencana alam lainnya juga semestinya harus dimasukkan dalam pelajaran dan praktek di sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah luar biasa. Lalu kita sebagai seorang individu yang berbudi pekerti haruslah peka terhadap sekitar terutama saat terjadi bencana alam dengan membantu sesama. Untuk itu mari kenali bahayanya, kurangi resikonya.  

Heward,W. L. (2003). Exceptional children: An introduction to special education (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice Hall.