Saya Safira Rizka Lestari, mahasiswi semester 6 yang sudah bosan rasanya keluar masuk kampus dan mendengarkan kata-kata dosen yang diulang-ulang. Bulan depan saya akan magang di Balai Karantina Pertanian, ya sesuai dengan jurusan yang saya ambil yaitu Hama dan Penyakit Tumbuhan di Universitas Brawijaya, Malang. Pikir punya pikir, tak jarang saya menghabiskan waktu untuk melamun memikirkan siapa jodoh saya, dan bagaimana saya nanti berkeluarga. Sungguh, ini tidak bohong, saya rasa semua mahasiswi semester akhir pun akan berpikiran yang sama seperti saya.
Terbersit rasa galau dalam hati saya ketika memikirkan tentang pernikahan dan membangun sebuah keluarga. Menurut saya pernikahan adalah suatu yang sakral sedangkan keluarga adalah ladang ibadah sampai nanti ajal menjemput. Dilansir IndoNews.com (29/10/17) BKKBN mengutarakan bahwa kehamilan usia remaja di luar nikah masih tinggi. Pernikahan yang tidak direncanakan pun terjadi akibat masalah tersebut. Korbannya lagi-lagi kedua belah pihak itu sendiri, kehilangan masa muda dan berpotensi akan gagalnya pernikahan. Kalau sudah begini pupus sudah harapan mewujudkan keluarga yang langgeng hingga ajal menjemput.
Sebagai anak muda zaman now, ada baiknya sebelum berangan-angan punya pasangan hidup, kita lebih selektif memilih apa yang menjadi prioritas kita. Anak muda dengan segala potensi dan semangatnya bisa membuat perubahan yang lebih baik bukan? Potensi dan semangat yang kita pupuk hingga berbuah kesuksesan akan meningkatkan kualitas diri seorang anak muda. Kualitas diri ini pula lah yang mendorong kita untuk diterima lebih baik di masyarakat. Hebatnya lagi, kualitas diri yang baik ternyata bisa mengundang pasangan hidup yang baik loh!
Jadi kenapa sih meningkatkan kualitas diri itu penting?
Pernikahan bukan hanya semata-mata berdua dengan dia yang kita cintai, menikmati momen bersama, tertawa-tawa dan bahagia setiap hari. Kenyataannya setelah menikah dan membangun keluarga ada banyak hal yang akan dihadapi bersama seperti menghadapi anggota keluarga, bergaul dan terjun langsung kekehidupan bermasyarakat, bekerja menafkahi keluarga, dan hal lainnya yang membutuhkan kesiapan, tidak hanya fisik namun juga psikis yang kuat. Kualitas diri yang baik, meliputi kematangan berpikir, memecahkan masalah, dapat bekerja dibawah tekanan, sabar dan tawakal, pengetahuan yang cukup yang tidak hanya tentang pernikahan dan organ reproduksi manusia namun pengetahuan lainnya yang mendukung anak muda untuk berinovasi lebih kreatif, dapat membantu kelangsungan kehidupan pernikahan agar menjadi langgeng.
Jadi gimana caranya untuk meningkatkan kualitas diri?
Mereka bilang kalau sudah cinta, tahi kucing rasa cokelat. Cinta itu memang tentang perasaan, namun ada baiknya untuk tidak mematikan logika dalam diri ya teman-teman. Cinta yang baik adalah cinta yang direncanakan, sehingga apabila direncanakan akan tidak berlebih-lebihan. Merencanakan cinta maksudnya bukan "membuat-buat" perasaan cinta kepada orang lain yang sebenarnya kita tidak sukai, tapi lebih kepada tahu batasan cinta itu sendiri dan selaras dengan cita-cita kita sebagai anak muda yang ingin sukses. Mencintai seseorang bukan berarti memberikan seluruh jiwa raga kepada dia yang kita cintai, terlebih jika belum menikah. Sebab cinta yang tidak terencana seperti itu akan membuka peluang (utamanya perempuan) untuk diremehkan dan dilecehkan sehingga masalah-masalah akan terjadi seperti sexual harassment, diskriminasi gender, hingga pelanggaran hak asasi manusia.
Nah, oleh karena itu sebagai anak muda penerus bangsa, mari kita lebih matang dalam memutuskan sesuatu, mengetahui prioritas dan tanggung jawab sebagai anak muda, dan tentunya jangan cepat tergoda oleh cinta yang tidak terencana. Percayalah, kualitas diri yang baik akan menarik pasangan dengan kualitas diri yang sama baiknya untuk kita!