Campus Life: Rasanya Jadi Maba Versi Saya

Tentang Kota Malang yang belakangan ini sejuknya mulai terasa agak beda. Pagi-pagi yang biasanya masih bisa dibilang hangat sekarang jadi bikin mules pengen ke belakang karena hawanya mendukung. Benar saja kan, jalan-jalan padat merayap. Soal-soal SBMPTN banyak dijual depan gerbang Veteran. Anak-anak lolos SNMPTN lagi gencar cari kos-kosan. Hah, saya ingat 3 tahun lalu.

Rencananya sih ini tulisan jujur saya tentang rasanya jadi Maba UB 2015. Keinginan melanjutkan sekolah di Malang sebenarnya gak terduga-duga. Sebab sebenarnya saya ingin sekolah dimana saja kecuali di tempat saya tinggal (baca: Denpasar). Motivasi saya sebenarnya sangat sederhana. Waktu itu saya sedang mencari pelarian. Pelarian karena entah kenapa sewaktu SMA saya selalu merasa marah. Akhirnya ada satu hal yang buat saya tidak marah lagi, yaitu dengan memakai kerudung atau hijab. Tapi memakai hijab di tempat saya tinggal waktu itu ternyata masih "aneh". Saya tidak menyalahkan lingkungan saat itu, tapi malah saya terdorong untuk "mencari" tempat dimana saya "tidak aneh" lagi. 

Sebenarnya saya ingin kuliah di UNAIR waktu itu, atau ITS, atau ITB, sebab saya sudah pernah berkunjung ke ketiganya. Sayangnya, orang tua tidak mendukung jadi saya mendaftar di Universitas Brawijaya (UB) lewat jalur SPMK (tanpa sogok menyogok ya). 

Singkatnya setelah saya menunggu dan melakukan segala ibadah meminta kepada Allah SWT, akhirnya pengumuman SPMK itu datang juga! Ada nama saya dan dengan tulisan diterima di Fakultas Pertanian Program Studi Agroekoteknologi. Waktu itu yang saya pikirkan benar-benar bukan masalah ilmu apa yang saya akan cari dan pelajari, sebab saya percaya semua ilmu BISA dipelajari dan tidak ada yang tidak mungkin. Mereka bilang "alah bisa karena biasa". Goals saya waktu itu hanyalah:
  1. Masuk perguruan tinggi negeri, agar tidak merepotkan orang tua (sebab saya tidak pernah pakai uang kalau masuk sekolah manapun dan selalu negeri)
  2. Menempati jurusan yang kira-kira masih bisa saya mengerti yaitu masih dalam lingkup IPA (fisika, kimia, biologi, kedokteran, pertanian, perikanan, peternakan, teknik), Bahasa (sastra Indonesia, sastra Inggris), IPS (hubungan internasional, psikologi, sosiologi)
  3. Berkumpul dengan orang-orang yang bisa membuat saya tidak aneh lagi (ingin mencari teman-teman yang bisa menerima saya, bukan dari agama, harta, atau anak siapa)
  4. Mencari jodoh yang seiman (alasan terkuat bro! hahahaha)
Ketika sampai di Kota Malang, dengan segala rasa deg-degan karena senang sekaliiiiii ada disini no matter what they say about Malang dan UB,  saya merasa adalah orang yang paling bersyukur waktu itu karena bisa bersekolah disini. Lalu entah kenapa jalan saya disini seperti sangat lancar sekali, ketika harus mencari kos-kosan, ketika harus membuat tugas ospek, dan lainnya. Sungguh sangat dimudahkan.

Omong-omong saya adalah orang yang suka kenalan dengan orang baru. Surprisingly, saya suka banget sama berbagai logat dan dialek yang saya temui disini. Semua suku ada disini, bahkan 1 suku punya dialek berbeda-beda. Saya jadi mulai belajar menyesuaikan dialek ketika bertemu si A dan si B yang beda suku. Saya belajar bagaimana mereka berkenalan dan sedikit banyak tentang tata krama mereka kalau berbincang-bincang dengan orang lain. Jawa, Madura, Batak, Makassar, Bali, Lombok, Timor, Aceh, Kalimantan, they are all beautiful.

Masa-masa Maba saya sangat mennyenangkan terlebih karena saya dari Bali. Mereka sangat kepo dengan bagaimana budaya Bali dan mereka menganggap perempuan-perempuan Bali itu cantik (and that why I felt GEER for long time wakakakaka). Mereka bilang perempuan Bali punya mata besar yang bagus seperti saya (wakssss! padahal saya aslinya orang Jawa). Saya merasa sangat diterima disini, dan mungkin itu juga yang membuat saya banyak gebetan disini (wekekekekek).

You know what, masa-masa kuliah adalah masa terbaik saya. Mungkin ada yang bilang masa SMA adalah yang terbaik, but nah not me. Masa SMA tidak terlalu cocok untuk saya waktu itu karena they were hedonism and doing something not important like clubbing etc. Sedangkan di masa kuliah kami semua dituntut untuk berpikir dewasa, dosen-dosen menginspirasi dengan segala pengalaman mereka, pemilihan-pemilihan keanggotaan kepanitiaan dan acara kampus melatih cara bicara kami, manner becomes important dan ini menunjukkan kami sebagai mahasiswa harus intelek.

Apapun perkataan buruk mereka tentang Kota Malang, dan Universitas Brawijaya, saya sangat bersyukur ada disini. Thank you Allah for having me here.

7 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. bersyukur juga Allah mengirimkan kamu di malang dan aku dapat melihatmu dari kejauhan:))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwk makasi ya hamba Allah

      Hapus
    2. tapi sebentar lagi aku dilema nih ga bakal ketemu km lagi:(( kita sama2 magang di luar malang. disisi lain aku juga tenang krn km selalu dalam lindungan-Nya:))

      Hapus
    3. semoga kamu baik2 juga di lindungan-Nya ya

      Hapus
    4. semoga kelak kita kembali dipertemukan dalam kebahagiaan ya:))

      Hapus